Jika ada satu singkatan yang paling banyak
menjadi berita pada tahun 2015 lalu, salah satunya yang menonjol adalah SDGs [dibaca:
esdigi], Sustainable Development Goals (Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan). Proses perumusan SDGs berbeda sekali dengan MDGs ((Millenium
Development Goals) yang telah berjalan dari tahun 2000-2015. SDGs disusun melalui proses
yang partisipatif, salah satunya melalui survei Myworld. Salah satu perubahan
mendasar yang dibawa oleh SDGs adalah prinsip “tidak ada seorang pun yang
ditinggalkan”. SDGs juga mengandung prinsip yang menekankan kesetaraan antar–negara
dan antar–warga negara. SDGs berlaku untuk semua (universal) negara–negara anggota
PBB, baik negara maju, miskin, dan negara berkembang.
 |
| Sumber gambar : www.caritas.org |
SDGs dibangun secara partisipatif. PBB bekerja sama dengan beberapa lembaga mitranya telah
menyelenggarakan survei warga, yang disebut sebagai Myworld Survey (http://data.myworld2015.org/). Hasil survei hingga
November tanggal 21 pukul 11.34 telah mengumpulkan sebanyak 8, 5 juta
lebih suara (persisnya 8.583.717 untuk semua negara). Untuk seluruh dunia,
empat prioritas menjadi usulan yaitu pendidikan yang bermutu, kesehatan
yang lebih baik, kesempatan kerja lebih baik, dan tata pemerintahan
yang jujur dan tanggap. Untuk Indonesia, telah terkumpul 38 ribu suara (persisnya 38.422 suara), dengan
prioritas yang sedikit berbeda dengan prioritas global yaitu;pendidikan yang
bermutu, kesehatan yang baik, tata pemerintahan yang jujur dan tanggap,
serta kesempatan kerja yang lebih baik. Survei mengajak warga untuk memilih enam di
antara 16 keadaan yang lebih baik untuk masa depan. Meksiko menjadi negara yang paling
banyak menyumbang suara, dengan jumlah lebih dari 1,6 juta suara. Survei ini diadakan
sejak 2013 hingga 2015, untuk menjadi masukan bagi Sekjen PBB dan
para pemimpin dunia yang merumuskan dan mengesahkan SDGs pada September 2015.
Sidang
umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York,
Amerika Serikat, secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan
Berkelanjutan atau SDGs sebagai kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193
kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, turut mengesahkan
Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk Indonesia. Mulai tahun 2016, Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015–2030 secara resmi menggantikan Tujuan
Pembangunan Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs berisi seperangkat tujuan
transformatif yang disepakati
dan berlaku bagi
seluruh
bangsa tanpa terkecuali [1].
SDGs
adalah (a) sebuah kesepakatan pembangunan baru pengganti MDGs. Masa berlakunya
2015–2030; (b) sebuah dokumen setebal 35 halaman yang disepakati oleh lebih
dari 190 negara; (c) berisikan 17 goals dan 169 sasaran pembangunan. Ke-tujuhbelas tujuan tersebut
adalah:
Tujuan 1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk
dimanapun
Tujuan 2. Mengakhiri kelaparan, mencapai
ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan mendukung pertanian berkelanjutan
Tujuan 3. Memastikan kehidupan yang sehat dan
mendukung kesejahteraan bagi semua untuk semua usia
Tujuan 4. Memastikan pendidikan yang inklusif dan
berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua
Tujuan 5. Mencapai kesetaraan gender dan
memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan
Tujuan 6. Memastikan ketersediaan dan manajemen
air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua
Tujuan 7. Memastikan akses terhadap energi yang
terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua
Tujuan 8. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang
layak bagi semua
Tujuan 9. Membangun infrastruktur yang tangguh,
mendukung industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan membantu
perkembangan inovasi
Tujuan 10. Mengurangi ketimpangan didalam dan
antar negara
Tujuan 11. Membangun kota dan pemukiman yang
inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan
Tujuan 12. Memastikan pola konsumsi dan produksi
yang berkelanjutan
Tujuan 13. Mengambil aksi segera untuk memerangi
perubahan iklim dan dampaknya*
Tujuan 14. Mengkonservasi dan memanfaatkan secara
berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan yang
berkelanjutan
Tujuan 15. Melindungi, memulihkan dan mendukung
penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan
secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi (penggurunan), dan menghambat dan
membalikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati
Tujuan 16. Mendukung masyarakat yang damai dan
inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan
bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel dan
inklusif di semua level
Tujuan 17. Menguatkan ukuran implementasi dan
merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan
Indonesia
sendiri sebenarnya telah memiliki prioritas pembangunan, sesuai dengan program
dan prioritas dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015–2019.
Terdapat konvergensi dan divergensi antara SDGs dan Nawacita. Dalam hal
pembangunan manusia dan upaya penurunan ketimpangan, kedua dokumen selaras
berjalan. Dalam hal pembangunan ekonomi, keduanya juga teman seiring. Namun,
dalam hal keberlanjutan, ekologi dan konservasi lingkungan hidup, maka Nawacita
dan RPJMN harus melakukan banyak penyesuaian (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan,
penurunan kerusakan hutan, manajemen air, laut, dan sebagainya).
Meski
begitu, secara keseluruhan banyak pihak sepakat bahwa terdapat beberapa fokus
SDGs yang dapat menjadi panduan pembangunan serta sesuai dengan sembilan agenda
prioritas Presiden Joko Widodo (Nawacita) di antaranya:
1.
Keberlanjutan agenda pembangunan manusia seperti kemiskinan, kelaparan,
keadilan gender, serta pemenuhan akses terhadap air dan sanitasi sebagai isu
yang senantiasa strategis.
2.
Peningkatan kesejahteraan dan pendidikan sesuai dengan agenda prioritas peningkatan
kualitas hidup manusia melalui jaminan sosial, pendidikan, kesehatan serta
reformasi agraria.
3.
Pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan isu baru yang akan difokuskan
pada pertumbuhan ekonomi inklusif, serta industrialisasi yang berkelanjutan dan
pembangunan hunian serta kota yang berkelanjutan disertai penerapan pola
produksi dan konsumsi berkelanjutan.
4.
Akses energi yang terjangkau, sebagai fokus baru
yang dikombinasikan dengan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan
pembangkit listrik, penggunaan biofuel, bendungan, serta jalur transportasi.
Pengalihan kepada sumber energi terbarukan serta transparansi pengelolaan
sektor energi turut menjadi fokus penting serta tanggung jawab sosial sebagai
bagian dari upaya lebih luas untuk menerapkan tata kelola sumber daya
berkelanjutan.
5.
Perubahan iklim, di mana Indonesia telah secara
sukarela menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Komitmen
ini dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca melalui Perpres
No. 61/ 2011 dan 33 Rencana Aksi Daerah yang ditetapkan melalui peraturan
gubernur. Langkah penurunan emisi diiringi dengan langkah adaptasi. Pelaksanaan
rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di berbagai bidang terkait dituangkan
di dalam program lintas bidang dalam RPJMN 2015–2019 dengan target penurunan
emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 26 persen pada tahun 2019 peningkatan
ketahanan perubahan iklim di daerah [1].
 |
| Sumber gambar : majalahict.com |
Keselarasan
SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 dengan visi dan misi Presiden
Joko Widodo–Jusuf Kalla “Nawacita” diharapkan dapat mengakselarasi
pencapaian RPJMN 2014–2019 sekaligus melengkapi prioritas strategi pembangunan
terutama terkait dengan tujuan–tujuan yang berkaitan dengan lingkungan,
energi bersih serta upaya menangani perubahan iklim.
Keberhasilan SDGs tidak dapat
dilepaskan dari peranan
penting pemerintah
daerah. Mengapa pemerintah daerah?
Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa sejak pemberlakuan desentralisasi di
Indonesia, dua pertiga nasib dan kualitas hidup warga, dalam
praktiknya, sangat ditentukan oleh baik–buruknya kinerja pemerintah daerah, mulai
dari soal kebersihan lingkungan, seperti pengelolaan sampah, hingga kualitas
sekolah dan pelayanan kesehatan. Kita semua tergantung pada tinggi–rendahnya
mutu pelayanan publik di daerah.
Bahkan, hal ini bukan
saja gejala Indonesia tetapi juga sebuah arus di tingkat dunia. Benjamin Barber,
dalam buku If Major Ruled The World (2013), meletakkan harapan kepada para wali
kota untuk mengatasi masalah–masalah besar dunia (perubahan iklim,
pencegahan terorisme, pengurangan kemiskinan, tata niaga perdagangan obat).
Merekalah tenaga dan energi perubahan. Alasan lainnya adalah karena pemerintah kota dan kabupaten
(a) berada lebih dekat dengan warganya; (b) memiliki wewenang dan dana; (c)
dapat melakukan berbagai inovasi; serta (d) ujung tombak penyedia layanan
publik dan berbagai kebijakan serta program pemerintah. Alasan lainnya adalah
karena pemerintah kota dan kabupaten (a) berada lebih dekat dengan warganya;
(b) memiliki wewenang dan dana; (c) dapat melakukan berbagai inovasi; serta (d)
ujung tombak penyedia layanan publik dan berbagai kebijakan serta program
pemerintah. [1]
Berbeda
dengan Millennium Devolopment Goals (MDGs, 2000-2015), metode dan cara
pelaksanaan SDGs menuntut adanya partisipasi warga dan partisipasi publik. Salah
satu cara memastikan tercapainya seluruh Tujuan dan Target SDGs adalah dengan
melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sipil ke dalam kelembagaan Panitia
Bersama atau Sekretariat Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Terkait
dengan hal itu, Presiden Jokowi telah menyatakan komitmennya untuk membentuk
panitia bersama atau joint working group dalam rangka melaksanakan SDGs.
Panitia bersama ini akan dikoordinasikan antara Kantor Staf Presiden, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional dan masyarakat sipil. “Partisipasi masyarakat
ini untuk membantu pengawasan jika ada kementerian dan lembaga yang agak
‘miring-miring’,” ujar Presiden Jokowi hari Kamis 17 Desember 2015. Komitmen
itu disampaikan langsung oleh Presiden saat bertemu dengan 12 orang perwakilan
masyarakat sipil dari sepuluh lembaga di Istana Negara [2].
Di
samping itu, dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
tersebut, International NGO Forum on Indonesian
Development (INFID) memperkenal lima tokoh
masyarakat sebagai Duta Masyarakat untuk Sustainable Development Goals (Duta
SDGs). Kelima
duta tersebut merupakan tokoh publik yang mengajak komunitas dan masyarakat
untuk mencapi tujuan dan target Pembangunan Berkelanjutan. Mereka adalah
Muhammad Farhan (Pekerja Seni/Penyiar), Alissa Wahid (Koordinator Nasional
Gusdurian), Sophia Latjuba (Pekerja Seni/Aktris), Zoemrotin K. Susilo (Tokoh
Gerakan Masyarakat Sipil), dan Abdul Kholiq Arif (Bupati Wonosobo periode
2005-2015).
SDGs
bukan hanya milik pemerintah namun juga milik masyarakat. Partisipasi
masyarakat dan peranan tokoh masyarakat sangat penting dalam bentuk dukungan,
anjuran dan desakan agar target dan tujuan SDGs segera bisa dilaksanakan dan
dicapai, jelas Hamong Santono, Senior Program Officer SDGs INFID, di Jakarta,
Rabu (24/2/2016) [3].
 |
| Sumber gambar : majalahkartini.co.id |
Setelah disahkannya SDGs,
Pemerintah mempunyai waktu 1 hingga 2 tahun untuk mempersiapkan kebijakan
pendukungnya. Di antaranya, penyusunan dasar hukum pelaksanaan, rencana aksi
dan kelembagaan serta sumber pembiayaan. Di sinilah peran pemerintah daerah,
sektor swasta dan kelompok-kelompok masyarakat sipil sangat dibutuhkan. Dari pengalaman era MDGs
(2000–2015), Indonesia ternyata belum berhasil menurunkan angka kematian ibu,
akses kepada sanitasi dan air minum, dan penurunan prevalansi AIDS dan HIV [1].
Oleh karena itu, pelaksanaan dan pencapaian SDGs
(2016-2030) di Indonesia memang memerlukan komitmen dan kerja keras semua
pihak, termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam
mengurangi ketimpangan; mengurangi tingginya angka kematian ibu dan balita;
memberikan akses terhadap sanitasi dan air minum baik di perkotaan maupun
perdesaan; serta upaya pelestarian lingkungan.
Sebagai generasi muda penerus pembangunan, kita juga
tidak boleh tinggal diam setelah mengetahui adanya SDGs tersebut. Kita harus
berupaya untuk ikut mendukung pelaksanaan SDGs di Negara kita Indonesia. Apalagi
dalam jangka penerapan SDGs tersebut Indonesia juga berada dalam keadaan yang
dinamakan “bonus demografi” dimana angkatan kerja muda berada pada jumlah yang
paling banyak diantara angkatan usia lainnya. Upaya tersebut dapat dmulai dari
hal kecil. Misalnya, dalam masalah AIDS dan HIV yang ternyata masih belum
mengalami penurunan. Seperti yang diketahui bahwa HIV/AIDS sangat erat
kaitannya dengan seks bebas dan budaya seks bebas tersebut lebih mudah
menjangkit para kawula muda yang memang sedang dalam masa pertumbuhan dimana
hormone dan emosi dalam dirinya masih sangat unstabil. Oleh karena itu, sebagai
individu, kita harus tahu dan menetapkan dalam pikiran kita bahwa seks bebas
itu SALAH dan BAHAYA serta akan menimbulkan banyak masalah. Diantaranya
berpeluang terjangkit HIV/AIDS yang sudah kita tahu dapat menimbulkan kematian,
parahnya lagi belum ditemukan obatnya. Dengan begitu akan mulai terbentuk prinsip
no free sex dalam diri yang diharapkan dapat menjadi tameng, karena tameng
paling kuat untuk segala macam tindakan yang tidak benar itu adalah berasal
dari dalam diri sendiri.
Selain itu, kawula muda juga harus ikut memonitor
perkembangan pelaksanaan SDGs ini, jika dinilai masih ada kekurangan dalam
pelaksanaannya, kaum muda dapat menyumbangkan aspirasi dan sarannya terkait
bagaimana solusi yang dapat dilakukan guna menutup kekurangan itu atau bahkan
bisa langsung take action. Sebab, kaum muda biasanya mempunyai pandangan yang
unik mengenai suatu permasalahan sehingga diharapkan ide yang disumbangkan
dapat ikut memajukan pembangunan berkelanjutan yang sedang diusahakan
pemerintah Indonesia.
Kaum muda adalah cerminan suatu bangsa. Sebagai kaum
muda, kita harus bisa tunjukkan kepada dunia bahwa meskipun Indonesia merupakan
Negara berkembang, tapi Indonesia akan mampu melaksanakan pembangunan
berkelanjutan ini seoptimal mungkin karena negaranya diisi oleh pemuda yang
sigap, tanggap, aktif, produktif, solutif, dan kaya akan ide kreatif.
Salam
GenRe J
Sumber:
[1]
Hoelman, Mickael B., dkk. 2015. Panduan SDGs Untuk Pemerintah Daerah (Kota dan
Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah.
[4] International Labour
Organization (ILO). Pertanyaan yang Kerap Ditanyakan mengenai Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Diakses pada http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_451899.pdf
0 komentar: