Sabtu, 19 Maret 2016

Pembangunan Berwawasan Kependudukan Dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan nasional Indonesia. Pembangunan nasioanal adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus merupakan proses pembangunan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Dalam pengertian lain, pembangunan mewujudkan nasional dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan nasional dapat diartikan sebagai rangkaian upaya pembangunan yang untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional.
Perkembangan jaman yang semakin pesat melahirkan tantangan yang harus dihadapi manusia semakin besar pula. Tidak hanya dalam satu Negara tetapi hampir di seluruh belahan bumi manapun. Adanya isu pemanasan global, isu perdagangan bebas, bahkan teknologi yang semakin berkembang pun dapat menjadi tantangan manusia saat ini. Karena teknologi memiliki dua sisi seperti pedang. Maka sebuah konsep bertahan harus dimiliki oleh manusia, begitu juga Negara sebagai tempat manusia ini bernaung. Hingga muncullah konsep pembangunan berkelanjutan.
Sumber: http://mascerdas.blogspot.co.id/2015/10/pembangunan-berkelanjutan.html
Sejarah lahirnya prinsip pembangunan berkelanjutan ditandai dengan terbentuknya World Commmission on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Pembangunan dan Lingkungan) pada tahun 1984, yang diketuai oleh Ny. Gro Harlem Brundtland, Perdana Menteri Norwegia, selanjutnyaa komisi ini lazim pula disebut dengan Komisi Brundtland. Komisi ini bertugas untuk menganalisis dan memberi saran bagi proses pembangunan berkelanjutan, yang laporannya terangkum dalam buku Our Common Future, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Hari Depan Kita Bersama”. Komisi ini terdiri dari 9 orang mewakili negara maju dan 14 orang mewakili negara berkembang. Salah satu anggotanya adalah Emil Salim dari Indonesia, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992, PBB melakukan konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil atau yang lebih popular dengan Konferensi Tingki Tinggi Bumi di Rio (KTT Rio). Salah satu isu yang sangat penting yang menjadi dasar pembicaraan di KTT Rio adalah prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).
Pengertian dari Sustainable Development menurut Komisi Brundtland adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya, dalam bahasa Inggris terumuskan berupa : if it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang secara berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumberdaya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang tersedia. Pembangunan berkelanjutan juga memiliki arti pembangunan yang terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu. Jadi, integrasi atau pembauran antara masalah kependudukan dan pembangunan nasional menjadi hal penting.
Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional. Pertama, kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan. Sedangkan penduduk sebagai objek pembangunan yaitu penduduk sebagai sasaran dari hasil pembangunan. Pada hakikatnya pembangunan itu ditujukan untuk kemaslahatan manusia, maka dari itu hasil dari pembangunan harus dapat dirasakan manfaatnya oleh penduduk. penduduknya. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Kualitas penduduk sangat terkait dengan kemampuan penduduk untuk dapat mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya, guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraannya. Indikator kualitas atau mutu dari sumber daya manusia dapat dilihat dari beberapa aspek seperti; tingkat pendidikan, pendapatan, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan. Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang. Karena  dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh,beberpa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang selama 25 tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada generasi mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. demikian pula, hasil program keluarga berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi berikutnya.
Kemudian lebih terkait dengan integrasi penduduk dengan pembangunan, perlu penguatan kebijakan dalam pembangunan berwawasan kependudukan. Apa yang dimaksud dengan pembangunan berwawasan kependudukan? Secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua makna sekaligus yaitu, pertama, pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan subyek dan obyek dalam pembangunan. Pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk. Makna kedua dari pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia. Pembangunan yang lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dibandingkan dengan pembangunan infastruktur semata.
Jargon pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam bentuk dan format lain, namun masih mengalami banyak hambatan dalam pelaksanaannya. Sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan. Atau jargon mngenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon tersebut diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis ekonomi yang lebih hebat lagi dimasa mendatang. Dengan demikian, indikator keberhasilan ekonomi harus dirubah dari sekedar GNP atau GNP per kapita menjadi aspek kesejahteraan atau memakai terminologi UNDP adalah HDI (Human Development Index). Memang dengan menggunakan strategi pembangunan berwawasan kependudukan untuk suatu pembangunan ekonomi akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun ada suatu jaminan bahwa perkembangan ekonomi yang dicapai akan berkesinambungan (sustainable). Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya akan membawa pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberialisasi yang terlalu cepat memang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas namun sekaligus juga meningkatkan pengangguran dan setengah menganggur. [1]
Mengapa selama ini Indonesia mengabaikan pembangunan berwawasan kependudukan? Hal ini tidak lain karena keinginan pemerintah untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang harus senantiasa tinggi. Pertumbuhan ekonomi menjadi satu-satunya ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Walaupun Indonesia memiliki wawasan trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas, namun pada kenyataannya pertumbuhan senantiasa mendominasi strategi pembangunan nasional. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi penduduk serta kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah berlangsung secara berkesinambungan (sustained).
Sebenarnya perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah Orde Baru memegang kendali. Konsep “Pembangunan Manusia Seutuhnya” yang tidak lain adalah konsep “Pembangunan Kependudukan” mulai diterapkan dalam perencanaan pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1 pada tahun 1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan telah secara sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut.
Dalam hal  mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan (baik nasional maupun daerah) maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada didaerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan penikmat hasil pembangunan. Itu berarti pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibanding dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth). Dalam pembangunan berwawasan kependudukan ada suatu jaminan akan berlangsung proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Pembangunan berwawasan kependudukan menurut pada strategi pembangunan yang bersifat ‘bottom-up planning’. Melalui pendekatan ini, tujuan utama seluruh proses pembangunan adalah lebih memeratakan kesejahteraan penduduk daripada mementingkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Karena itu pendekatan ‘bottom-up’ berupaya mengoptimalkan penyebaran sumberdaya yang dimiliki dan potensial ke seluruh wilayah dan membangun sesuai dengan potensi dan masalah khusus yang dihadapi oleh daerah masing-masing. Pendekatan bottom-up mengisyaratkan kebebasan daerah atau wilayah untuk merencanakan pembangunan sendiri sesuai dengan keperluan dan keadaan daerah masing-masing. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah. Otonomi daerah ini bertujuan agar setiap daerah mampu mengatur dan menjalankan berbagai kebijaksanaan yang dirumuskan sendiri guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah atau kawasan yang bersangkutan. Melalui otonomi daerah, yang berarti adalah desentralisasi pembangunan, maka laju pertumbuhan antar daerah akan semakin seimbang dan serasi, sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta hasil-hasilnya semakin merata di seluruh Indonesia.
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan daerah adalah (1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi masing-masing daerah, dan (2) adanya keseimbangan pembangunan antar daerah. Kata kunci pertama mengandung makna pada kesadaran pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan terutama berkaitan dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu dilaksanakan di daerah masing-masing, berarti pengambilan keputusan pembangunan berada pada tingkat daerah. Kata kunci kedua mengandung makna adanya kenyataan bahwa masing-masing daerah memiliki potensi, baik alam, sumberdaya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda, yang menyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang secara cepat. Sebaliknya ada pula daerah yang kurang dapat berkembang karwena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antar daerah ini menyebabkan peran pemerintah pusat sebagai ‘pengatur kebijaksanaan pemabngunan nasional’ tetap diperlukan agar timbul keselarasan, keseimbangan dan keserasian perkembangan semua daerah. Baik yang memiliki potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi. Dengan demikian, melalui otonomi dalam pengaturan pendapatan, sistem pajak, keamanan warga, sistem perbankan, dan berbagai pengaturan lain yang diputuskan daerah sendiri, pembangunan setempat dijalankan.
Sesuai dengan buku “Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035” yang dikeluarkan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, saat ini pembangunan kependudukan Indonesia lebih dipokokkan pada pengendalian kuantitas penduduk, pengingkatan kualitas penduduk, strategi pembangunan keluarga, pengarahan mobilitas penduduk, serta pembangunan sistem data dan informasi kependudukan.
Pengelolaan kuantitas penduduk pada dasarnya diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kelahiran. Kebijakan pengaturan kelahiran/fertilitas dilakukan melalui pemenuhan hak reproduksi untuk mencapai kesehatan reproduksi yang prima melalui program KB yang mengatur tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal melahirkan; (3) Jarak ideal melahirkan; dan (4) Jumlah ideal anak yang dilahirkan.  Pengaturan fertilitas melalui program KB dilakukan dengan: (1) Peningkatan akses dan kualitas KIE serta pelayanan kontrasepsi di daerah. (2) Larangan pemaksaan pelayanan KB karena bertentangan dengan HAM, (3) Pelayanan kontrasepsi dilakukan sesuai dengan norma agama, budaya, etika dan kesehatan, serta (4) Perhatian bagi penyediaan kontrasepsi bagi penduduk miskin di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan.
Selain pengaturan kelahiran, pengendalian kuantitas penduduk juga dilakukan dengan upaya penurunan mortalitas (angka kematian). Penurunan angka kematian bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas pada seluruh dimensinya. Penurunan angka kematian ini diprioritaskan pada upaya (1) penurunan angka kematian ibu hamil, (2) penurunan angka kematian ibu melahirkan, (3) penurunan angka kematian pasca melahirkan, serta (4) penurunan angka kematian bayi dan anak.
Peningkatan kualitas penduduk mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan. Strategi di bidang kesehatan dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak serta keamtian maternal. Untuk itu, strategi utama yang harus dilakukan adalah melakukan pencegahan dan treatment penyakit infeksi, khususnya pada bayi dan anak-anak. Strategi penurunan kematian maternal sangat erat kaitannya dengan program KB sehingga strategi yang dijalankan untuk pelaksanaan program KB juga akan memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian maternal. Dari sisi pendidikan, strategi yang harus dilakukan adalah memberikan akses yang sebesar-besarnya kepada kelompok rentan, khususnya penduduk miskin, untuk memperoleh pendidikan. Penurunan gender gap dalam hal akses terhadap pelayanan pendidikan juga penting sebagai prioritas, khususnya untuk mengatasi masalah di berbagai daerah yang masih lebar kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan
Dalam konteks perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga perlu memperoleh perhatian khusus guna terlaksanannya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Penempatan penduduk sebagai titik sentral pembangunan tidak saja merupakan program nasional namun juga komitmen hampir seluruh bangsa di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana lertuang dalam Laporan situasi Kependudukan Dunia yang mengumumkan bahwa "penduduk bumi akan mencapai 7 (tujuh) milyar" tanggal 31 Oktober 20Il. Untuk melaksanakan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga diperlukan suatu lembaga yang kuat [3].
Program pembangunan keluarga menjadi unggulan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang akan disinergikan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Program pembangunan keluarga ditujukan untuk peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Program ini menyatu antara BKKBN dan Kementerian PPPA dari pusat sampai daerah. Pembangunan keluarga mempunyai sasaran yaitu seluruh keluarga Indonesia yang terdiri dari keluarga dan siklus keluarganya; keluarga yang memiliki potensi dan sumber kesejahteraan sosial; keluarga rentan secara ekonomi, sosial, lingkungan, maupun budaya; serta keluarga yang bermasalah secara ekonomi dan sosial psikologis. Strategi yang dilakukan yaitu dengan, (1) membangun keluarga yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa melalui pendidikan etika, moral, dan sosial budaya secara formal maupun informal, (2) membangun iklim berkeluarga berdasarkan perkawinan yang sah, (3) membangun keluarga harmonis, sejahtera, sehat, maju dan mandiri, (4) membangun keluarga berwawasan nasional dan berkontribusi kepada bangsa dan Negara melalui kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) keluarga, serta (5) membangun keluarga yang mampu merencanakan sumber daya dengan pendampingan manajemen sumber daya keluarga.
Selain itu, dalam upaya peningkatan kualitas anak dan balita program Bina Keluarga Balita atau BKB menjadi program bersama yang dikembangkan agar anak mendapatkan perlindungan dan pengasuhan yang baik dari keluarganya. Program ini merupakan upaya untuk mengingatkan para orang tua tentang pentingnya pengasuhan dan gizi anak di 1.000 hari pertama kehidupan. BKKBN juga meningkatkan berbagai program terkait remaja melalui generasi berencana (GenRe). GenRe merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas remaja dan khususnya perempuan. Tujuannya agar para remaja dapat terhindar dari seks bebas, napza dan HIV/AIDS. Program ini diharapkan mampu mendewasakan usia perkawinannya,  menghindarkan remaja putri dari kehamilan tidak diinginkan yang dapat meningkatkan kematian ibu [2].
Pengarahan mobilitas penduduk bertujuan untuk mewujudkan persebaran penduduk optimal yang didasarkan pada keseimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Mobilitas penduduk dibagi menjadi 2 kategori, yaitu mobilitas penduduk internal dan mobilitas penduduk internasional.
Mobilitas penduduk internal mencakup hal-hal berikut: (1) Mobilitas penduduk permanen dan non permanen; (2) Mobilitas penduduk ke daerah penyangga dan ke pusat pertumbuhan ekonomi baru; (3) Penataan persebaran penduduk melalui kerjasama daerah; (4) Urbanisasi; dan (5) Persebaran penduduk ke daerah perbatasan dan daerah tertinggal serta pulau-pulau kecil terluar. Strategi pengarahan mobilitas penduduk dilakukan melalui pengupayaan peningkatan mobilitas nonpermanent dengan cara menyediakan berbagai fasilitas sosial, ekonomi, biudaya, dan administrasi di beberapa daerah yang diproyeksikan sebgai daerah tujuan mobilitas penduduk, serta untuk mengurangi mobilitas penduduk ke kota megapolitan, seperti Jakarta dan supaya hal itu tidak terulang di luar Jawa, perlu adanya penataan wilayah penyangga dengan mengembangkan daerah tujuan transmigrasi yang secara khusus diintegrasikan dengan kota besar sekitarnya. Transmigrasi seharusnya tidak terkesan membuang penduduk ke wilayah terpencil, tetapi benar-benar menonjolkan napas distribusi penduduk.
Mobilitas penduduk internasional dilaksanakan melalui kerjasama internasional dengan Negara pengirim dan penerima migran internasional ke dan dari Indonesia sesuai dengan perjanjian internasional yang telah diterima dan disepakati oleh pemerintah.
Dalam pembangunan sistem data dan informasi kependudukan, kebijakan umum pembangunan database kependudukan dilakukan dengan mengembangkan database kependudukan yang memiliki akurasi dan tingkat kepercayaan yang tinggi serta dikelola dalam suatu sistem yang integratif, mudah diakses oleh para pemangku kepentingan, serta menjadi bagian dari Decision Support System (DSS). Kondisi ini didukung oleh penguatan kapasitas sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi, infrastruktur yang memadai, serta sistem kelembagaan yang kuat. Penerapan sistem informasi administrasi kependudukan daring diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 88/2004 tentang pengelolaan administrasi kependudukan, Undang-Undang (UU) No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 18/2005 serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 2007 tentang administrasi kependudukan.
Pencatatan data penduduk suatu daerah yang melalui sistem informasi administrasi kependudukan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota dimana dalam pelaksanaannya diawali dari desa dan kelurahan sebagai awal dari pendataan penduduk disuatu daerah. Selanjutnya data-data tersebut akan disimpan kedalam satu basis data yang terintegrasi secara nasional melalui jaringan internet. Sehingga data-data tersebut menjadi sumber basis data kependudukan secara nasional yang selanjutnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan data kependudukan ditingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan yang selanjutnya memasukan data-data tersebut kedalam satu pusat data (data center) di Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan. Pengadaan program e-ktp merupakan salah satu contoh nyata penerapan pembangunan sistem data dan informasi kependudukan yang dapat mempermudah dalam pengumpulan informasi administrasi kependudukan.
Sebagai warga Negara yang baik, seyogyanya rakyat Indonesia ikut serta mendukung berbagai rencana upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan tentu dengan tetap mengawasi berjalannya kebijakan tersebut agar seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaat dari kebijakan yang ada yaitu berupa kesejahteraan yang merata.
Salam GenRe. J

Sumber:
[1] Tjiptoherijanto, Prijono. 2002. Dimensi Kependudukan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Diakses pada http://documents.tips/download/link/kependudukan-dan-pembangunan-berkelanjutan-562bad7e405fc
[2] BKKBN Unggulkan Program Pembangunan Keluarga diakses dalam http://klikpositif.com/klik/detil/12011/bkkbn-unggulkan-program-pembangunan-keluarga.html
[3] Peraturan Pemeritah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga.
Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035 dalam http://www.slideshare.net/OswarMungkasa/buku-1-a5-gabung
Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk dalam http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/DITJAKDUK/Grand%20Design%20Pengendalian%20Kuantitas%20Penduduk/GRAND_DESIGN_PENGENDALIAN_KUANTITAS_PENDUDUK.pdf


0 komentar:

Blogger Template by Clairvo