Kaum Muda, diyakini sebagai kelompok
masyarakat yang paling dinamis. Bahkan
ada pepatah yang menyatakan bahwa untuk melihat masa depan dari suatu negara
bangsa maka lihatlah kaum mudanya. Kaum muda memang fenomenal. Sejarah
menunjukkan bahwa Kaum Muda adalah agen perubahan mengenai banyak hal positif.
Di abad ke duapuluh saja, tercatat pergolakan dan perlawanan kaum muda di Eropa
dan Amerika Serikat telah mendorong peningkatan kesadaran tentang hak azasi
manusia dan demokrasi. Di Indonesia sendiri, gerak sejarah republik ini juga mencatat eksistensi mereka dalam berbagai
peristiwa nasional. Dimulai dari Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928,
proklamasi kemerdekaan 1945, penggulingan orde lama 1966, hingga reformasi
1998.
Namun, siapakah yang
dimaksud Kaum Muda itu? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak muda (dengan kata dasar “anak”) adalah orang yg masih
muda; pemuda. Dengan kata dasar “muda” didapat kata pemuda adalah orang
yang masih muda; orang muda: harapan bangsa. Sementara itu, badan PBB untuk anak-anak, UNICEF (United
Nations Children's Fund), memberikan batasan usia penduduk
“remaja” antara 10–19 tahun. BKKBN dalam “Country Report, 2012:
Adolescent and Youth” menggunakan batasan usia 12–24 tahun untuk menyebutkan
“Adolescent and Youth” dalam
laporannya [1].
Sebagai harapan bangsa, Kaum
Muda merupakan kelompok penduduk yang dipersiapkan menjadi pelaksana
pembangunan. Kepada mereka dilengkapi
pengetahuan
dan keterampilan untuk mampu melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik.
Disamping perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi
serta jaminan kesehatan mental dan fisiknya, pendidikan dan pelatihan
keterampilan menjadi aspek penting yang harus dimiliki oleh Kaum Muda. Di
antara sekian banyak agenda pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu
agenda penting dan strategis yang menuntut perhatian sungguh-sungguh dari semua
pihak. Sebab, pendidikan adalah
faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan. Jika suatu bangsa berhasil
membangun dasar-dasar pendidikan nasional dengan baik, maka diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang yang lain. Pendidikan
merupakan salah satu bentuk investasi modal manusia (human investment),
yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.
Keberhasilan
pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas.
Karena pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas SDM
tersebut, maka peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai
dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam
pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
pendidikan. Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan
fasilitas pendidikan dapat dilihat dari persentase penduduk menurut partisipasi
sekolah. Untuk melihat partisipasi sekolah dalam suatu wilayah biasa dikenal
beberapa indikator untuk mengetahuinya, antara lain: Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkkan partisipasi penduduk yang
sedang mengenyam pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Angka
Partisipasi Kasar (APK) merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang
bersekolah pada suatu jenjang pendidikan (berapapun usianya) terhadap jumlah
penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK digunakan untuk
mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam
rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. APK
merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk
usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan [3].
Sedangkan Angka Partisipasi Murni
(APM) merupakan proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan
tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut [2]. Dalam pengertian lain, APM
adalah persentase jumlah anak pada kelompok
usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang
sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah
yang bersangkutan. Bila
APK digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah
dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu
tanpa melihat berapa usianya, maka Angka Partisipasi Murni (APM) mengukur
proporsi anak yang bersekolah tepat waktu. Jika
APM = 100, berarti seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu [4].
Perlu
diketahui bahwa berdasarkan Laporan UNESCO dalam Education For All Global
Monitoring Report (EFA-GMR), Indeks
Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau The Education for All Development
Index (EDI) Indonesia tahun 2014 berada pada peringkat 57 dari 115. Laporan
tersebut dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional Pendidikan dan
Pembelajaran Sepanjang Hayat Untuk Semua di Ungaran (08/07/2015) yang dieselenggarakan
oleh Forum Koordinasi Nasional Pendidikan Untuk Semua (Forkornas PUS). Pada
rapat tersebut disampaikan bahwa APK PAUD tahun 2013/2014 sebesar 68,10%,
APK SD sebesar 110,65% dan APM SD sebesar 93,3%, APK SMP sebesar 96,91%
dan APM SMP sebesar 76,55% [5].
Hal ini berarti terjadi penurunan APK & APM SD sedangkan pada tingkat
SMP terjadi kenaikan. Karena berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada
tahun 2010 angka APK SD sebesar 111,63% dan APM SD 94,72% sedangkan APK SMP
sebesar 80,35% dan APM SMP 67,62%. Angka partisipasi
kasar (APK) dan partisipasi murni (APM) biasanya nampak semakin menurun jika dilihat dari masing-masing jenjang pendidikan, hal
ini sejalan dengan semakin meningkatnya usia Kaum
Muda. Kaum Muda karena wajib belajar, berbondong-bondong mengikuti sekolah
dasar sehingga proporsinya melebihinya 100 persen, pada jenjang-jenjang sekolah
diatasnya mengalami penurunan yang sangat bermakna menjadi kurang dari 100 persen. Adanya selisih antara
APK dan APM merupakan in-efisiensi dalam penggunaan sumberdaya pendidikan. Hal
ini karena dengan semakin lebih besarnya APK
daripada APM menunjukkan banyaknya Kaum Muda yang “terpaksa” masih bersekolah
di setiap kelas dan jenjang pendidikan daripada kelompok usia yang ditunjukkan
oleh APMnya [1].
Selain masalah adanya ketidakefisienan dalam penggunaan sumberdaya, pendidikan
di Indonesia mempunyai masalah yang lebih urgent lagi karena ini
menyangkut pada pribadi Kaum Muda yang semakin tidak menunjukkan pribadi bangsa
Indonesia itu sendiri. Kaum muda merupakan generasi emas harapan bangsa sebagai penerus
tongkat estafet kepemimpinan. Kesuksesan bangsa Indonesia di masa mendatang bertumpu pada optimisme generasi muda dalam
membangun negerinya. Moralitas merupakan indikator penting untuk menilai
kualitas generasi muda, karena kepribadian seseorang tercermin dari
perilakunya. Krisis identitas ini sedikit banyak dipengaruhi oleh
globalisasi dan perkembangan IPTEK yang belum bisa disikapi secara bijak oleh
Kaum Muda Indonesia. Hal ini menyebabkan Kaum Muda sangat rentan terhadap
narkoba, seks bebas dan hal negatif lainnya. Kaum Muda sekarang juga cenderung
lebih menggilai budaya asing. Tidak
sedikit dari mereka yang beranggapan bahwa kebudayaan Indonesia kuno dan
membosankan, sehingga tidak banyak yang tertarik dalam mempelajari dan
melestarikan kebudayaan Indonesia. Penggunaan bahasa daerah juga dianggap
kampungan, sehingga mereka lebih tertarik untuk mempelajari bahasa asing.
Kemajuan teknologi membuat Kaum Muda terjebak dalam kehidupan yang serba instant dan anti sosial. Kaum Muda menjadi
kurang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dan lebih tertarik dengan dunia
maya. Seringkali kita jumpai dalam suatu tempat terdapat beberapa orang yang
duduk berdekatan, namun masing-masing dari mereka justru asik memainkan gadget-nya dan hanya sesekali berbicara
dengan lawan bicaranya. Hal ini merupakan masalah sosial yang cukup serius,
karena dapat menimbulkan sikap apatis terhadap lingkungan sosialnya.
Seperangkat aturan saja tidaklah cukup untuk merubah keadaan. Perlu adanya
revousi mental agar Kaum Muda mampu menyadari betapa pentingnya peranannya
dalam menentukan arah masa depan negerinya. Di sinilah peran pendidikan menjadi sangat penting agar Kaum Muda tidak kehilangan kendali.
Proses pendidikan yang diselenggarakan pihak
pemerintah maupun swasta harus mampu mendorong,
membimbing,
dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa untuk menciptakan generasi yang
berkualitas baik dari segi intelektual, emosional, dan spiritual. Disamping itu peran pemerintah maupun swasta sangat diperlukan dalam
menciptakan program pengembangan potensi Kaum Muda, agar bakat-bakat yang
dimiliki dapat disalurkan sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
Pemerintah seharusnya menyediakan anggaran dan mempermudah akses pemberian bantuan dana penelitian bagi Kaum Muda yang berkeinginan untuk mengeksplorasi kreativitasnya. Karena kendala utama yang dihadapi Kaum
Muda dalam mengembangkan potensinya adalah mengenai keterbatasan dana yang
dimiliki untuk melakukan penelitian. Ketidakresponsifan sikap pemerintah
seringkali membuat Kaum Muda indonesia yang berbakat merasa tidak dihargai
potensinya dan memilih pergi ke luar negeri untuk mengembangkan potensinya. Sebenarnya kualitas Kaum Muda Indonesia sangat mengagumkan,
namun kemampuan ini tidak didukung oleh sumberdaya yag lain. Justifikasi
negatif yang selalu melekat pada Kaum Muda dinilai sebagai pembunuhan karakter.
Sebab tidak semua Kaum Muda Indonesia mengidap krisis identitas seperti pada
umumnya. Masih ada bibit-bibit unggul yang dimiliki negeri ini, seperti Kaum
Muda akademisi, atlet nasional, musisi, maupun wirausaha mandiri yang sukses
menjalani bisnisnya. Peningkatan kualitas mutu Kaum Muda harus menjadi
prioritas utama pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing dalam
mengahadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sudah dan sedang berjalan saat ini.
Agar upaya pemerintah dapat terlaksana dan memberikan
manfaat secara maksimal maka perlu juga adanya peran dari diri Kaum Muda
sendiri. Sebagai Kaum Muda, tidak bisa hanya menuntut pemerintah terkait
kebijakan yang dikeluarkan dalam upaya pembangunan pendidikan bagi Kaum Muda,
namun “pembangunan” juga harus dilakukan dari dalam diri pribadi Kaum Muda
sendiri. “Pembangunan” yang dimaksud di sini adalah pembangunan karakter, moral,
dan kepribadian individu. Kaum Muda jangan sampai seperti kacang lupa kulitnya,
dilahirkan dan dibesarkan dalam naungan bumi pertiwi tapi lupa akan nilai pribadi
kebangsaannya sendiri. Bangsa Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki nilai-nilai
kepribadian luhur yang seluruhnya tersirat lengkap dalam dasar Negara Indonesia
yaitu Pancasila. Untuk itu, sebagai individu, cinta tanah air menjadi hal wajib
yang harus dimiliki oleh Kaum Muda. Karna bagaimana bisa Kaum Muda mampu
menjadi pembangun bangsa jika bangsanya sendiri saja tidak dicintai dan
dibanggakan? Maka dari itu cinta tanah air harus ditumbuh kembangkan sedari dini
dalam diri Kaum Muda, sebab cinta tanah air inilah yang akan menjadi akar
pembangunan karakter, moral, dan kepribadian Kaum Muda agar sesuai dengan
nilai-nilai luhur Pancasila. Nilai-nilai dalam Pancasila jika diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dapat menjadi tameng untuk menangkis dampak negatif dari
perkembangan IPTEK yang ada agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif yang
dapat merusak diri Kaum Muda Indonesia sehingga Kaum Muda dapat menjadi sosok
yang memang diharapkan bangsa dan Negara sebagai generasi muda pelaksana
pembangunan bangsa.
Terkait dengan segala permasalahan Negara
yang ada, pemerintah Indonesia selalu mengupayakan untuk meningkatkan
pembangunan di segala bidang termasuk juga bidang pendidikan. Apalagi pendidikan
telah terbukti penting bagi modal pembangunan suatu Negara. Lebih penting lagi
pendidikan bagi pelaksana pembangunan yaitu para Kaum Muda. Namun, setiap upaya
pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah pasti tidak semuanya sempurna, tentu
tetap saja ada kekurangan, tugas masyarakat termasuk Kaum Muda lah untuk
mengkritisi kebijakan tersebut agar bisa menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi
pemerintah. Tapi Kaum Muda tidak boleh hanya mengkritisi saja, tapi juga harus
ikut mendukung kebijakan pemerintah jika memang itu dinilai baik bagi kemajuan
bangsa. Lebih bagus lagi jika mampu memberikan solusi yang mampu memaksimalkan
kebermanfaatan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah. Kaum Muda akan mampu
melakukan itu jika ia pun mampu mengenal baik bangsanya sendiri. Maka dari itu
adanya rasa cinta tanah air sungguh penting untuk ada dalam diri pribadi Kaum
Muda. Rasa cinta tanah air ini bisa dikenalkan melalui pendidikan formal maupun
informal. Karena jika dipahami betul, nilai-nilai pribadi luhur yang dimiliki
bangsa Indonesia yang tersirat dalam Pancasila akan mampu mengeluarkan kebaikan-kebaikan
dalam diri seseorang, akan mampu membentuk karakter indvidu yang bermoral,
toleran, namun juga mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk bagi
dirinya. Dan itulah yang perlu dimiliki oleh Kaum Muda agar bisa menjadi Kaum
Muda Indonesia seutuhnya yang optimis dalam membangun negerinya.
Salam GenRe. J
Sumber:
[1] Juniati, Atie Tri & Budi Susetyo. 2008.
Advokasi Isu Kaum Muda Indonesia. BKKBN.
[5] http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/indonesia-peringkat-ke-57-edi-dari-115-negara-tahun-2014#sthash.XmqtMWzw.dpuf
0 komentar: